Dalam konteks kehidupan. Harta selalu melulu pada benda, uang, rumah yang indah besar, mobil, dan benda-benda lain yang mewah. Namun kita pasti pernah merasakan, kita sudah punya segalanya, uang ada, mobil ada, namun hati tidak bahagia. Ada yang punya rumah besar dengan banyak asisten rumah tangga, uang yang banyak dari perusahaan-perusahaan yang dijalankannya, mobil yang tidak hanya ada satu di garasi rumahnya. Namun, dia tidak bisa menikmati makanan yang dia inginkan karena penyakit yang dideritanya.
Kadang, ada juga, keluarga yang utuh, ada ayah, ibu, dan anak. Namun, si anak sangat manja dan tidak bisa melanjutkan usaha dari ayah bundanya. Ada juga yang tetap bahagia, meskipun orang tuanya sudah tiada.
Kalau kita pikipikir kembali. Ketenangan hati juga harta, nikmat Allah yang bahkan tidak bisa dibeli dengan uang. Ada yang sibuk dengan hartanya hingga lalai dengan ibadahnya. Ada yang tidak terlalu sibuk, tetap bekerja sesuai waktunya, namun tidak terbengkalai ibadahnya, justru semakin tenang hatinya meskipun tidak banyak uang yang dipegangnya.
Keluarga, satu kata yang sangat familiar di telinga kita. Bagaimana tidak, kita lahir di lingkungan keluarga, tumbuh besar di lingkungan keluarga, secara otomatis, keluarga adalah orang yang paling dekat dengan kita. Idealnya seperti itu. Namun bagaimana jika ternyata itu tidak seperti kenyataannya. Keluarga seperti orang lain, justru orang lain seperti keluarga. Nikmat Allah yang berupa keluarga yang baik, yang dekat dengan kita, yang harmonis, itu semua adalah nikmat yang tidak berupa harta, tidak berupa uang, namun bahagianya tak bisa dibeli dengan uang.
Untuk yang belum berkeluarga "menikah". Tentu juga punya enak dan tidak enaknya sendiri. Yang sudah nikah, enaknya ada yang menemani kemana-mana, ada yang menjaga, ada yang merawat. Yang belum menikah, enaknya masih bisa bebas pergi ke mana-mana, tanpa harus menunggu waktu luangnya suami, enaknya bisa bekerja dimanapun yang diinginkan tanpa harus memikirkan anak yang ditinggal di rumah dan sebagainya. Semua itu punya sisi enak dan tidak enaknya. Hanya saja, manusia butuh melihat kembali, bahwa kita, masih perlu banyak bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang. Karena bisa jadi yang kita miliki sekarang adalah yang diinginkan orang lain. Semakin kita mensyukuri apa yang kita miliki saat ini, semakin kita mencintai dan menyayangi yang kita miliki sekarang, dan semakin tenang hati kita, tanpa memandang lebih enak orang lain, sehingga kita kurang bersyukur, na'udzubillah.
Robbi'j'alniy minassyakirin....
