Malang, 12 Maret
2015
Pagi yang mendung. Akhir-akhir ini
hidungku peka dengan udara dingin di pagi hari. Entah karena debu atau embun
dingin, hidungku sering tersumbat jadi agak pilek di pagi hari disertai dengan
bersin berkali-kali. Ada sebuah kabar baik beberapa hari yang lalu. Yakni
ketika salah seorang sahabatku panggil saja dia Bee, menawarkan seseorang yang
mungkin cocok denganku. Sontak saja sebagai gadis yang benar-benar jomblo aku
menanggapinya dengan hati berbunga-bunga, berharap penantianku sudah tidak lama
lagi.
Namun itu bukan pilihan sikap yang tepat
rupanya. Seperti halnya sesuatu yang sangat ingin didapat, tidak secepat itu
rupanya jodohku datang. Bee bilang, belum ada kabar, tak usah terlalu berharap.
Yah, itu benar. Aku pun seharusnya tidak sepercaya diri itu. Aku tahu bagaimana
standar wajahku yang biasa-biasa saja. Tapi tentu saja aku mensyukurinya.
Alhamdulillah, aku manis katanya. Tapi belum ada ceritanya seseorang menyukai
pada pandangan pertama, lewat foto lagi. Aku rasa itu belum pernah terjadi.
Mungkin wajahku tidak bisa diungkapkan lewat foto sekalipun. Sudut pandang
kamera bisa mengambil di saat apa saja, tak peduli itu saat yang tepat mau
tidak.
Bee... aku memang sebenarnya suka dengan
anak teknik, yang sering kali kuu tahu bergelut dengan komputer. Tapi kau tahu
Bee, aku sempat berpendapat, tidakkah orang yang kau tunjukkan itu terlalu muda
untukku. Tapi ya sudahlah, namanya juga ikhtiyar. Bee, terima kasih, jawabanmu
telah memotivasi ku untuk setidaknya tidak perlu menunggu jawabannya,
setidaknya hatiku tidak perlu berharap pada orang yang fotonya kau unggah di WA
itu.
Untuk salah satu rekan kerjaku, aku juga
berterimakasih atas motivasi dan nasehat-nasehatmu. Yah, kadang orang yang
lebih muda bersikap lebih bijak dan dewasa dibandingkan dengan anak kecil
sepertiku. Aku sangat menyadari itu. Lagi pula, kau lebih berpengalaman dalam
hal menanggapi orang-orang pendidikan seperti ini. Pengalaman dunia luarmu
tentu jauh lebih banyak dibandingkan diriku yang bisa terbilang polos ini. Tapi
harusnya kau tahu, aku tak sepolos yang kau pikir lah. Aku masih bisa tegas
dalam kondisi-kondisi tertentu.
Maaf kawan, aku sering mengganggu
saat-saat istirahat mu. Bukannya bagaimana, tapi aku juga butuh kawan untuk
berkeluh kesah. Aku butuh kawan yang tahu bagaimana dunia yang ingin ku keluh kesahkan. Kalau aku
mengeluhkan perihal ma’had kepadamu tentu itu tidak nyambung, karena aku masih
harus menjelaskan panjang lebar tentang ma’had dan tetek-bengeknya. Namun jika
aku ingin berkeluh kesah tentang sekolah, dan struktural tugasnya itulah, maka
sangat pas kalau aku bercerita kepadamu. Tentu aku tak ingin orang-orang luar
tahu tentang busuknya, harusnya mereka hanya tahu harumnya. Namun sayang aku
belum bisa mengharumkan para penghuninya, para siswinya. Bagaimana mau
diharumkan, pentolannya saja seakan tidak memprioritaskan tugasnya ini.
Sering kali aku lelah kawan. Lelah
karena hatiku teruss saja berkeluh-kesah. Aku sangat tahu, mengeluh bukanlah
sifat muslimah yang baik, namun kau pasti fahamkan keadaanku. Karena kau adalah
rekan yang tahu bagaimana keseharianku di sekolah menengah pertama ini. Kawan,
rasanya aku sudah menemukan angin segar jika kau datang. Paling nggak sobat ku
yang bisa jaga rahasia, ada di sini. Terlihat oleh kedua penglihatanku yang
terbatas ini. Kawan-kawanku, baik Ao.Comunity maupun kawan-kawan rekan kerjaku.
Terima kasih, karena kalian ada, saat aku sedang membutuhkan seorang kawan
disampingku, untuk mendukung dan mengarahkanku, yang membenarkan dan
menyalahkan kesalahanku. Yang jujur dan perhatian padaku. Terima kasih ....